Selasa, 28 Desember 2010

WARGA MEMILIH PARAJI KETIMBANG BIDAN

PLERED, - Hingga kini, pembagian tugas antara seorang bidan dan paraji (dukun beranak) belum jelas. Pasalnya, belum ada aturan tegas yang mengatur secara teknis pembagian wilayah kerja atas kedua pihak tersebut. Karenanya, dibutuhkan payung hukum resmi agar pada prakteknya tidak sampai terjadi misfungsi atas keduanya.

Demikian diungkapkan Koordinator Bidan Kecamatan Plered Erna Siti Nurjanah, saat ditemui warta plered di kantor Puskesmas Plered, belum lama ini. Dijelaskannya, jumlah paraji di Kecamatan Plered saat ini masih jauh lebih banyak ketimbang jumlah bidan. Berdasarkan catatan, sebut dia, jumlah paraji mencapai 39 orang sementara bidan diketahui hanya berjumlah 17 orang saja.

Kondisi ini menyebabkan paraji masih jauh lebih mudah diakses oleh warga ketimbang seorang bidan. Akibatnya, banyak persalinan yang masih ditangani oleh seorang paraji. Padahal, secara akademis yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk membantu proses persalinan adalah bidan. "Kondisi ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih wilayah kerja seorang bidan dengan paraji," ungkapnya.

Pada saat persalinan dilakukan oleh paraji, bidan tidak bisa melakukan tindakan apapun, terlebih pelarangan. Mengingat, pihak paraji pun berdalih bahwa hal itu merupakan pekerjaannya yang bahkan sudah diwariskan secara turun temurun. "Hal ini merupakan salah satu dampak belum adanya aturan tegas yang mengikat terkait tugas seorang bidan dan paraji," ujarnya.

Kendati begitu, tutur Erna, sewaktu-waktu bidan dan paraji pun diakuinya sering berdampingan. Terutama pada saat menangani sebuah proses persalinan yang kebetulan tengah dihadiri bersama (bidan-paraji). Keduanya saling membagi tugas. Bidan melakukan penanganan persalinan, sementara paraji mengambil peran mendoakan atau memberi motivasi spiritual kepada orang yang mau melahirkan. Begitu pun pada saat ada uang lelah yang mereka (bidan dan paraji) terima, keduanya selalu dibagi sesuai porsi dan fungsinya masin-masing. "Namun, karena belum adanya aturan tegas, pembagian itu pun sering kali menjadi hanya didasarkan pada pertimbangan pribadi semata," ucapnya.

Melihat sejumlah persoalan tersebut, tandas Erna, dibutuhkan payung hukum yang tetap dan mengikat terkait tugas dan fungsi paraji, mengingat jumlah dan fungsinya yang dinilai masih dominan di tengah masyarakat hingga saat ini. "Payung hukum sangat diperlukan, selain untuk melindungi kelangsungan pekerjaan mereka (paraji) juga untuk mendukung program pemerintah dalam upaya menekan angka kematian ibu dan anak saat melahirkan," pungkasnya. (latif/nos)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar